Rabu, 11 November 2015

Pidato Anies Baswedan, Resmikan Gerakan Membaca di Papua

Papua, Jayapura 12 November 2015 dalam perayaan HAI 2015 (Hari Aksara International) yang diadakan di Jayapura, Papua Barat. Dalam pidatonya Mendikbud Anies baswedan mengungkapkan “sebelum belajar, apa yang tampak seperti garis-garis. Begitu belajar, garis-garis itu ternyata menjadi kata, mengandung makna. Itulab makna belajar di dalam belajar kita semua harus memposisikan sebagai pembelajar”. Tampak perbedaan ketika seseorang belum belajar, sehingga tulisan yang sangat berarti cuma sekedar garis tanpa makna. Tapi ketika kita belajar maka kita akan menemukan betapa berartinya garis tersebut ketika memberikan makna.

Jabatan boleh ganti-ganti  posisi bisa berubah tetapi sifat dan kegiatan belajar harus jalan terus. Tak pandang posisi dan tak pandang usia. Oleh karena itu kita semua sadar kekayaan bahasa Indonesia kekayaan terbesar masyarakat papua tidak berada di tanahnya tidak berada di airnya, tapi  kekayaan terbesar masyarakat  Papau ada di manusia.

Dahulu di masa penajajahan pengelola tanah ini melihat peta indonesia sebagai peta sumber daya alam. Indondesia pandang tak lebih dari tanah yang akann diambil minyaknya, hasil buminya dan mineralnya . Karena itu seluruh Indonesia kondisinya sama.

Pada saat kita mau mandiri, yang melek huruf hanya 5% sedang  95% masih buta huruf. Banyak gubernur generasi pertama yang sekolah. Lalu anak-anak dari generasi pertama dikirim sekolah. Dan ini terjadi diseluruh Indonesia . Jarang sekali ini terjadi di Indonesia pada genarasi pertama. Sehingga ini menjadi kebanggan tersendiri untuk kita sebagai generasi kedua.

Jangan merasa Papua merasa tidak punya masa depan, Papua punya masa depan. Lihat daerah lain mereka bisa bangkit ketika keterpurukan dan minim SDA. Papua bangkit mandiri dan kerja keras maka dari sini Indonesia akan bangkit. Itu semua membutuhkan kerja keras dan semua perubahan tak ada yang instan. Perubahan berlangsung sangat cepat tapi bukan instan dan itu seperti yang di cita-citakan dalam revolusi mental.

Diceritakan pak Anies bahwa melek aksara tak hanya diselenggarakan oleh pemerintah. Tahun 1947 bulan april di alun-alun Yogyakarta presiden mencanangkan pemberantasan buta huruf. Dibelakangnya ada spanduk besar sekali. Bertuliskan bantulan usaha memberantas buta huruf. Kata pertama yg dipasang adalah bantulah. Hadir kami sebagai pemerintah bukan menyelesaikan masalah. Pemerintan datang dengan mengatakan bantu kami memberantas buta huruf menjadi sebuah gerakan semesta. Dimanapun itu baik di ruang tamu, garasi balai desa menjadi tempat belajar. Semua orang yang bisa baca dan menulis turut turun tangan membantu mengajar dan membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar